Senin, 11 April 2011

ANAK YANG BAIK

Mengatasi Masalah Anak-Anak Yang Nakal dan Suka Melawan Ibu Bapa, oleh Ibnu Umar Asseluluni
Secara fitrahnya semua ibu bapa menginginkan anak-anak yang menghormati ibu bapa, mentaati hukum agama, sentiasa menjauhi maksiat serta tidak terjebak dengan gejala sosial. Pengalaman penulis di Darussyifa’ sering bertemu dengan ibu bapa yang mengadu tentang anak-anak mereka yang terjebak dengan gejala sosial seperti anak-anak yang lari dari rumah, bergaul dengan remaja yang rusak akhlak, berzina, kecanduan narkoba, melawan ibu-bapa, kasar serta biadab dengan ibu bapa dan seumpamanya. Ibu bapa yang datang ke Darussyifa’ ini meminta perawat mengikhtiarkan sesuatu supaya anak-anak mereka agar dapat dipulihkan. Di antara yang biasa dilakukan oleh perawatan/ikhtiar ialah:

Kaedah Pertama:

Membaca doa-doa tertentu pada air seperti Surah al-Fatihah, Doa Pelembut Hati (Surah Taha ayat 1 hingga 5), Selawat Syifa’, Selawat Tafrijiyah, Doa Menghindar Maksiat (Surah al-Mu’min ayat 3) dan beberapa doa-doa yang lain. Air yang telah dibacakan dengan doa ini diberi minum kepada anak-anak yang bermasalah ini juga dibuat bilasan mandi.

Kaedah Kedua:
Satu lagi ikhtiar yang sangat mujarab bagi mengatasi anak-anak yang suka melawan ibu-bapa ialah dengan mandikan anak-anak ini dengan air tadahan lebihan wuduk ibu-bapa. Caranya seperti berikut;

Pertama, Ibu dan bapa terlebih dahulu membersihkan semua anggota wuduk dengan sabun. Anggota-anggota wuduk ini termasuk yang rukun dan sunat yaitu mulut, hidung, muka, kedua tangan, kepala, kedua-dua telinga dan kaki.

Kedua, Setelah dibersihkan anggota-anggota wudu tersebut, gunakan air biasa minuman atau air mineral untuk mengambil wuduk.

Ketiga, Cara yang mudah, duduk di atas kursi dan letakkan baldi di bahagian antara kedua belah kaki. Biar iIstri menuangkan air untuk mengambil wuduk.

Keempat, Membasuh semua anggota wuduk tiga kali. Mulakan dengan membaca bismillah. Basuh kedua belah tapak tangan diikuti dengan berkumur-kumur, membersihkan hidung. Pastikan air yang telah digunakan untuk membasuh tapak tangan dan berkumur-kumur masuk ke dalam baldi.

Kelima, Berniat mengambil wuduk diikuti membasuh muka, seterusnya membasuh kedua tangan hingga ke siku, menyapu sedikit air di bahagian kepala, membasuh telinga dan akhir sekali membasuh kedua belah kaki hingga ke buku lali.

Keenam, Setelah suami selesai, isteri pula mengambil wuduk dengan cara yang sama manakala suami pula yang membantu menuangkan air.

Ketujuh, Setelah selesai, air lebihan wuduk yang terkumpul di dalam baldi tersebut dicampurkan dengan air biasa.

Kedelapan, Beri minum air tersebut kepada anak-anak yang bermasalah dengan air tersebut. Insya’Allah dia akan menjadi anak yang patuh kepada kedua ibu-bapanya.

Pencegahan Awal
Daripada pengamatan penulis serta kajian yang telah dibuat, lebih 90% ibu-bapa yang datang mengadu anak mereka bermasalah, apabila diperdengarkan doa berikut, mereka kata tidak pernah pun mendengar doa ini. Doa tersebut adalah seperti berikut:

”Allhumma jannabnasysyaithoona wa jannabnasysyaithoona maa razaqtana”
Terjemahannya: Ya Allah, jauhkan syaitan daripada kami dan jauhkan syaitan daripada anak yang akan Engkau anugerahkan kepada kami.
Ibn S/23/04/2010) Sumber: darusyifa.online




Kedudukan Wanita Dalam Islam dan Permasalahannya
Di Indonesia hampir setiap tanggal 21 April diperingati Hari Kartini. Esensi dari peringatan tersebut mengandung pesan perlunya pengakuan tentang keberadaan (eksistensi) wanita dalam kehidupan baik secara pribadi maupun sosial. Dengan peringatan tersebut juga mengandung makna bahwa keberadaan seorang wanita dalam kehidupan baik secara pribadi, dan sosial menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan walaupun hanya dalam sejengkal telapak kaki sekalipun. Ingat! tidak satu orang pun yang pernah hidup di dunia ini yang tidak pernah berada dalam rahim seorang wanita. Ini menunjukkan betapa pentingnya wanita dalam hidup dan kehidupan di dunia. Stigma negatif terhadap wanita sampai saat ini masih ada, seperti dalam kultur jawa yang mengatakan bahwa wanita hanya sekedar ‘KONCO WINGKING/TEMAN DI BELAKANG’ menjadi tantangan yang harus dipecahkan pada abad ini.
Isu wanita dalam Islam, terutama di Barat, adalah satu topik yang sering disalahartikan dan banyak distorsi karena pengaruh stereotipe negatif tentang Islam. Persepsi negatif tentang “Dunia Timur” sebagaimana dikemukakan Edward Said dalam bukunya Orientalism, kadang-kadang menggiring feminist Barat untuk berasumsi jelek tentang wanita dalam Islam. Leila Ahmad (1982) menulis:”…hanya karena Amerika tahu bahwa Arab adalah terbelakang, mereka dengan serampangan berkesimpulan bahwa wanita dalam Islam juga terbelakang dan tertindas”. Karena itu, terkadang ada asumsi bahwa tertindasnya hak-hak wanita dalam Islam disebabkan oleh sumber utama ajaran Islam itu sendiri, Al-Qur’an.
Tulisan ini berusaha mengidentifikasi secara garis besar bagaimana Al-Qur’an mengatur kehidupan wanita dalam Islam; spiritual, ekonomi dan aspek sosial. Sebelum mendiskusikan lebih jauh tentang bagaimana al-Qur’an memposisikan wanita, terlebih dahulu kita harus melihat bagaimana posisi wanita sebelum datangnya Islam.
Kedudukan Wanita Sebelum datangnya Islam
Status wanita dalam Islam akan lebih mudah dan jelas dipahami kalau kita terlebih dahulu melihat bentangan sejarah peradaban manusia tentang bagaimana wanita diposisikan dalam masyarakat sebelum datangnya Islam. Apakah masyarakat pra-Islam memposisikan wanita sama, lebih baik atau bahkan lebih jelek? Menurut Jawad (1998) sejarah peradaban manusia mencatat bahwa kedudukan wanita, sebelum datangnya Islam, sangat mengkhawatirkan, mereka tidak dipandang sebagai manusia yang pantas dihargai. Bahkan wanita tidak lebih dipandang sebagai makhluk pembawa sial dan memalukan serta tidak mempunyai hak untuk diposisikan di tempat yang terhormat di masyarakat. Praktek yang inhuman ini tercatat berlangsung lama dalam sejarah peradaban masyarakat terdahulu.
Mendeskripsikan status wanita Yunani kuno, Badawi (1990) menulis: “….Athenian women were always minors, subject to some male…”. Dalam tradisi Hindu, sebagaimana tertulis dalam The Encyclopaedia Britannica, bahwa ciri seorang isteri yang baik adalah wanita yang pikiran, perkataan, dan seluruh tingkah lakunya selalu patuh pada suaminya bagaimanapun seorang suami bersikap kepadanya. Dalam tradisi dan hukum Romawi Kuno bahkan disebutkan bahwa wanita adalah makhluk yang selalu tergantung kepada laki-laki. Jika seorang wanita menikah, maka dia dan seluruh hartanya secara otomatis menjadi milik sang suami. Ini hampir sama dengan yang tertulis dalam English Common Law, …all real property which a wife held at the time of a marriage became a possession of her husband.
Dalam tradisi Arab, kondisi wanita menjelang datangnya Islam bahkan lebih memprihatinkan. Wanita di masa jahiliyah dipaksa untuk selalu taat kepada kepala suku atau suaminya. Mereka dipandang seperti binatang ternak yang bisa di kontrol, dijual atau bahkan diwariskan. Arab jahiliyah terkenal dengan tradisi mengubur bayi wanita hidup-hidup dengan alasan hanya akan merepotkan keluarga dan mudah ditangkap musuh yang pada akhirnya harus ditebus. Dalam dunia Arab jahiliyah juga dikenal tradisi tidak adanya batasan laki-laki mempunyai isteri. Kepala suku berlomba-lomba mempunyai isteri sebanyak-banyaknya untuk memudahkan membangun hubungan famili dengan suku lain. Ali Asghar Engineer (1992) bahkan mencatat kebiasaan kepala suku untuk mempunyai tujuh puluh sampai sembilan puluh isteri. Budaya barbar penguburan hidup-hidup bayi wanita dan tidak adanya batasan mempunyai isteri dilarang ketika Islam datang, dan ini bagi Engineer adalah salah satu prestasi luar biasa peningkatan status wanita dalam Islam.
Tradisi lain yang berkembang di masyarakat jahiliyyah sebelum Islam datang adalah adanya tiga bentuk pernikahan yang jelas-jelas mendiskreditkan wanita. Pertama adalah nikah al-dayzan, dalam tradisi ini jika suami seorang wanita meninggal, maka anak laki-laki tertuanya berhak untuk menikahi ibunya. Jika sang anak berkeinginan untuk menikahinya, maka sang anak cukup melemparkan sehelai kain kepada ibunya dan secara otomatis dia mewarisi ibunya sebagai isteri. Kedua, zawj al-balad, yaitu dua orang suami sepakat untuk saling menukar isteri tanpa perlu adanya mahar. Ketiga adalah zawaj al istibda. Dalam hal ini seorang suami bisa dengan paksa menyuruh isterinya untuk tidur dengan lelaki lain sampai hamil dan setelah hamil sang isteri dipaksa untuk kembali lagi kepada suami semula. Dengan tradisi ini diharapkan sepasang suami isteri memperoleh “bibit unggul” dari orang lain yang dipandang mempunyai kelebihan.
Dari pemaparan bentuk-bentuk tradisi masyarakat pra-Islam terhadap wanita diatas kita bisa berasumsi bahwa wanita sebelum Islam sangat dipandang rendah dan tidak dianggap sebagai manusia, mereka lebih dipandang sebagai barang seperti harta benda yang lainnya. Dengan asumsi ini kita dengan mudah akan melihat bagaimana Islam memposisikan wanita dan mencoba menghapus tradisi jahiliyah tersebut.
Wanita dalam Islam: Spiritual, Ekonomi dan Sosial
Ketika mendiskusikan segala topik yang berhubungan dengan Islam, adalah tidak bisa dihindarkan untuk selalu merujuk kepada sumber utama ajaran Islam, Al-Qur’an. Banyak ayat Al-Quran yang berbicara tentang kedudukan wanita dalam Islam, bahkan salah satu surat dari Al-Quran disebut surat an-Nisa (Wanita). Konsep yang paling familiar tentang kedudukan wanita dalam Islam yang sering disebut al-Qur’an adalah konsep women equality. Equality, responsibility dan accountability antara wanita dan laki-laki adalah tema dalam Al-Quran yang sering ditekankan. Term persamaan antara laki-laki dan wanita dimata Tuhan tidak hanya terbatas pada hal-hal spiritual atau isu-isu religius semata, lebih jauh Al-Qur’an berbicara tentang persamaan hak antara laki-laki dan wanita dalam segala aspekzkehidupan.
Menurut Al-Qur’an, wanita dan laki-laki mempunyai spiritual human-nature yang sama. Al-Qur’an menyebutkan bahwa kedua jenis kelamin, laki-laki dan wanita, masing-masing berdiri sendiri dan independen. Al-Qur’an sama sekali tidak pernah menyebutkan bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam, bahkan isu tentang jenis kelamin mana yang lebih dahulu diciptakan, Al-Quran tidak memberikan spesifikasi yang jelas. Allah berfirman:
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan zawj; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain [264], dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu” (QS 4:1).
Muhammad Asad (1980) dalam The Message of the Quran menulis bahwa kata Arab zawj (mate) dalam ayat diatas secara gramatik bahasa adalah netral dan bisa dipakai untuk menyebut laki-laki atau wanita. Karenanya, Al-Quran tidak menyebut dengan jelas apakah Adam diciptakan terlebih dahulu kemudian Hawa dan juga tidak menyebut kalau Hawa (wanita) adalah subordinasi dari Adam (laki-laki). Fakta bahwa al-Qur’an tidak secara spesifik menyebut jenis kelamin mana yang diciptakan lebih dahulu adalah bukti tidak adanya bias jender dalam penciptaan manusia dalam Islam. Lebih jauh Al-Qur’an menyebut bahwa fungsi utama penciptaan manusia (laki-laki dan wanita) adalah bahwa keduanya dipercaya sebagai khalifah di muka bumi.
Dalam hal kewajiban moral-spiritual beribadah kepada Sang pencipta, Al-Quran menekankan bahwa tidak ada perbedaan antara laki-laki dan wanita. Dalam lebih dari satu ayat, Al-Qur’an menyebut bahwa siapa pun yang berbuat baik, laki-laki atau wanita, Tuhan akan memberikan pahala yang setimpal (QS: 3:195 dan 16:97).
Untuk hak-hak yang bersifat ekonomis, Al-Qur’an mengenal adanya hak penuh bagi wanita sebelum dan sesudah menikah. Jika sebelum menikah seorang wanita memiliki kekayaan pribadi, maka begitupun setelah dia menikah. Dia mempunyai hak kontrol penuh terhadap kekayaannya. Berkenaan dengan hak ekonomis bagi wanita, Badawi (1995) menyebutkan bahwa di Eropa, sampai akhir abad 19, wanita tidak mempunyai hak penuh untuk memiliki kekayaan. Ketika seorang wanita menikah, secara otomatis harta seorang wanita menjadi milik sang suami atau kalau si isteri mau mempergunakan harta yang sebenarnya milik dia ketika belum menikah, harus mempunyai ijin dari sang suami. Badawi menunjuk kasus hukum positif Inggris sebagai contoh. Di Inggris, hukum positif tentang wanita mempunyai hak kepemilikan baru diundangkan pada sekitar tahun 1860-an yang terkenal dengan undang-undang “Married Women Property Act”. Padahal Islam telah mengundangkan hukum positif hak pemilikan wanita 1300 tahun lebih awal ( Lihat QS 4:7dan 4:32).
Mendiskusikan posisi wanita di bidang sosial, adalah penting untuk melihat bagaimana peranan wanita sebagai anak, isteri dan ibu dalam Islam. Ketika tradisi penguburan hidup-hidup bayi wanita menjamur dalam tradisi jahiliyah Arab, Islam dengan tegas melarangnya dan bahkan menganggap tradisi itu sebagai tradisi barbar yang tidak bermoral. Lebih jauh, sebagai ibu, wanita mempunyai posisi yang sangat terhormat dalam Islam. Al-Qur’an memerintahkan setiap anak yang beragama Islam untuk mempunyai respektifitas yang tinggi terhadap orang tua, terutama ibu (QS 31:14).
Kegagalan untuk hormat pada orang tua termasuk pelanggaran yang berimplikasi dosa besar. Kedudukan wanita sebagai isteri pun sangat dihargai dalam Islam. Al-Qur’an dengan jelas menekankan bahwa pernikahan dalam Islam adalah love-sharing antara dua insan yang berbeda jenis dalam masyarakat dengan tujuan mempertahankan keturunan dan menciptakan spiritual-harmony (QS 30:21).
Pemaparan keadaan wanita dalam Islam diatas dengan jelas mengindikasikan bahwa posisi wanita diangkat martabatnya ketika Islam datang. Kedatangan Islam bahkan bertujuan untuk menghapus segala bentuk diskriminasi dan pelecehan harkat wanita. Fazlur Rahman (1982) menulis “… tak ada bukti sama sekali bahwa wanita dalam Islam dipandang sebagai lebih rendah dari laki-laki”.
Perlunya Reinterpretasi Al-Qur’an
Meskipun dengan jelas Al-Qur’an telah memposisikan wanita dalam martabat yang terhormat, ada beberapa ayat yang dipandang sebagai adanya superioritas laki-laki atas wanita. Allah berfirman:
“Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’ Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”(QS 2:228).
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka…” (QS 4:34).
Mengomentari dua ayat di atas yang terkadang menjadi sumber miskonsepsi tentang wanita dalam Islam, tokoh feminist Muslim seperti Fatima Mernissi (1992) dan Amina Wadud (1999) menyarankan bahwa ayat-ayat Al-Qur’an di atas perlu reinterpretasi. Karena Al-Quran diturunkan dengan latar belakang sosio-historis Arab, maka kata Rahman (1982) kita harus sadar bahwa al-Quran adalah respon Ilahi terhadap kultur Arab, karenanya yang harus kita cari dari ayat-ayat Al-Qur’an adalah semangat ideal moral yang lebih luas yang bisa diterapkan disegala masa dan tempat. Berkenaan dengan posisi wanita, yang harus kita cari adalah semangat egaliter yang sering ditekankan Al-Qur’an.
Dalam kata-kata Wadud (1999) untuk mengetahui secara komprehensif bagaimana Al-Qur’an berbicara tentang wanita, kaum Muslimin harus berani meinginterpretasi seluruh ayat Al-Quran yang berbicara tentang wanita dan menganalisanya dengan kritis dengan memperhatikan “its context, in the light of overriding Quranic principles and within the context of the Quranic weltanschauung”. Artinya Muslim dituntut untuk tidak hanya memahami ayat-ayat Al-Qur’an tentang wanita secara tekstual dan literal tapi juga harus memperhatikan konteks dimana dan kapan ayat Quran turun.
Akhirnya, kalau secara prinsip Al-Quran mempromosikan peningkatan status wanita dalam Islam dalam ayat-ayatnya dan wanita Muslim menikmati status itu di awal periode kedatangan Islam, mengapa stereotype dan image bahwa wanita dalam Islam adalah terbelakang, tertindas dan menjadi makhluk kelas dua muncul di abad Modern ini? Sulit menjawabnya memang, tapi nampaknya penting untuk dicatat bahwa disamping kita perlu mengkaji ulang dan reinterpretasi ayat-ayat Quran untuk menjawab tantangan modernitas, adalah bijak kalau kita memperhatikan pernyataan Ranna Kabbani (1989) dalam bukunya Letter to Christendom yang mencatat: “…in Islamic society, as in the West, the oppression of women is usually more the result of poverty and lack of education and other opportunities, than of religion”.
Mungkin Kabbani benar bahwa kalaupun ada kecenderungan memposisikan wanita sebagai kaum kelas dua dalam masyarakat Islam, sebagaimana terjadi di Barat, bukan disebabkan oleh faktor agama tapi lebih karena faktor kemiskinan, kurang pendidikan dan kurangnya kesempatan yang diberikan kepada wanita untuk berkarya. Wallahu a’lam.
Ibn S/22/04/2010) Sumber: alinur.wordpress.com











Kajian Tafsir QS An Nisaa 174-175, Muhammad SAW dan Bukti Kebenaran Agama Yang Dibawanya
Nabi Muhammad SAW adalah seorang yang ummi dapat menjadi bukti yang nyata bahwa Beliau adalah seorang Nabi dan Rasul Allah, karena tidak mungkin seorang ummi yang tidak pernah membawa kitab-kitab akan membawa satu syari’at dan peraturan-peraturan yang demikian baik dan sempurna. Al-Qur’an adalah mukjizat dan obor yang dapat menerangi dan menunjuki setiap jiwa ke jalan yang benar. Orang-orang yang beriman dan berpedoman kepada Al-Qur’an maka pasti akan dapat manfaat yang sebesar-besarnya dari Al-Qur’an itu dan pasti akan selalu mendapat petunjuk serta rahmat dan lindungan Allah SWT. Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءكُم بُرْهَانٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَأَنزَلْنَا إِلَيْكُمْ نُوراً مُّبِيناً
Indonesia:
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Rabbmu, (Muhammad dengan mujizatnya) dan telah kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al-Quran). (QS. 4:174)
English:
O people, a proof has come to you from your Lord; we have sent down to you a profound beacon. (QS. 4:174)

فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُواْ بِاللّهِ وَاعْتَصَمُواْ بِهِ فَسَيُدْخِلُهُمْ فِي رَحْمَةٍ مِّنْهُ وَفَضْلٍ وَيَهْدِيهِمْ إِلَيْهِ صِرَاطاً مُّسْتَقِيماً
Indonesia:
Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya, niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya. (QS. 4:175)
English:
Those who believe in GOD, and hold fast to Him, He will admit them into mercy from Him, and grace, and will guide them to Him in a straight path. (QS. 4:175)
Tafsir:
Pada dua ayat tersebut di atas dikemukakanlah seruan kepada manusia seluruhnya, agar mereka mengikuti agama yang benar ini (Islam) dan menjadikannya pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Pada ayat (174) ini Allah menyeru semua manusia di atas dunia dan menyatakan bahwa telah datang kepeda mereka keterangan-keterangan yang jelas dari Tuhan mereka, dan dikuatkan oleh dalil-dalil dan alasan alasan yang nyata dan benar, yang dibawa oleh seorang Nabi dan Rasul-Nya yang “ummi” yang tidak tahu tulis baca. Keadaan buta huruf itu saja sudah menjadi bukti yang kuat atas kenabian dan kerasulannya atas keberanan agama yang dibawanya yang cukup mempunyai peraturan-peraturan dn hukum-hukum untuk mengatur kehidupan manusia di dunia dan memberikan petunjuk berupa ivadat dan amal soleh untuk mencapai kebahagiaan di akhirat.
Dalam ayat lain Allah berfirman:
هُوَ الَّذِي يُنَزِّلُ عَلَى عَبْدِهِ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ لِيُخْرِجَكُم مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَإِنَّ اللَّهَ بِكُمْ لَرَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
Indonesia :
Dialah yang menurunkan kepada hamba-Nya ayat-ayat yang terang (Al-Quran) supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Penyantun lagi Maha Penyayang terhadapmu. (QS. 57:9)
English :
He is the One who sends down to His servant clear revelations, in order to lead you out of the darkness into the light. GOD is Compassionate towards you, Most Merciful. (QS. 57:9)
Dengan demikian jelaslah bahwa Nabi Muhammad SAW, yang ummi (buta huruf) pembawa suatu syari’at yang sempurna untuk kebahagiaan dunia dan akhirat tidak mungkin kalau beliau bukan seorang Bani dan utusan Allah. Dan jelas pulalah bahwa Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya bukan buatannya, tetapi benar-benar wahyu dari Tuhan semesta alam.
Kemudian pada ayat (175) Allah memberikan ketegasan kepada manusia sesudah menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah Rasul-Nya dan Al-Qur’an adalah cahaya dan petunjuk yang diturunkan-Nya, bahwa siapa saja yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada ajaran Al-Qur’an itu, akan dimasukkan ke dalam rahmat-Nya yaitu surga dan akan selalu berada dalam lindungan-Nya. Suatu rahmat dan karunia yang tak dapat dibayangkan oleh manusia bagaimana besar dan mulianya. Ibnu ‘Abbas berkata: yang dimaksud dengan rahmat-Nya disini ialah surga dan dengan karunia-Nya. Karunia yang akan dinikmati oleh para penghuninya yang belum pernah dilihat oleh mata dan belum pernah didengar oleh telinga dan tak terbayangkan dalam pikiran betapa bahagia dan senangnya orang yang dapat menikmatinya. Selain dari itu Allah akan memberinya petunjuk dan hidayah serta taufiq-Nya agar ia selalu berada di jalan yang lurus, jalan yang benar yang akan menyampaikan kepada rahmat-Nya yang besar itu. Ibnu Syirin S. Sumber: Al-Quran dan Tafsirnya UII Jilid II
Catatan: ada beberapa kesalahan penulisan harakat dalam ayat 174-175 bukan karena kesengajaan, namun software yang belum mendukung, mohon maklum.
kekuatan Do’a Oleh K.H. Shiddiq Amien
Berdo'a merupakan salah satu kewajiban kita sebagai makhluk Allah, Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk berdo'a kepada-Nya, sebagaimana termaktub dalam surat Al-Mu'min ayat 60,

Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo 'alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (QS. Al-Mu'min : 60)
Karena do'a itu merupakan ibadah dan hukumnya wajib, tentu saja dalam berdo'a, sudah seharusnya kita tujukan kepada Allah semata.Allah berfirman, Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo 'alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (QS. Al-Mu'min : 60)

Apapun dan siapaun yang dimintai do'a dari selain Allah, tidak akan memberikan manfa'at dan madharat Jika kita berdo'a kepada selain Allah. Makanya Allah mengingatkan kita, Katakanlah: "Panggillah mereka yang kamu anggap (tuhan) selain Allah, maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya daripadamu dan tidak pula memindahkannya". (QS.AI-Isra: 56). Dalam ayat lain Allah menyebutkan, "Dan berhala-berhala yang kamu seru selain Allah tidaklah sanggup menolongmu, bahkan tidak dapat menolong dirinya sendiri. " (QS.AI-A 'raJ: 197)

Sementara itu Rasulullah saw, pernah memohon kepada Allah, agar kuburan beliau tidak dijadikan berhala yang disembah oleh umatnya, dengan bersujus, meminta, dan berdo'a di atas kuburan.

Dari 'Atha bin Yasar, bahwa Rasulullah saw berdo'a : Ya Allah janglah Engkau jadikan :.kuburan hamba sebagai berhala yang disembah. Betapa besar amarah Allah kepada kaum yang menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai tempat sujud. (HR. Malik)

Manfa'at Do 'a :

Dari Muadz ra dari Rasulullah saw : Tidaklah bermanJaat kehati-hatian atas takdir, tetapi do'a bermanfaat atas ha/-ha/ yang sudah terjadi dan yang belum terjadi, maka hendaklah kamu berdo'a wahai hamba-hamba Allah. (HR. Ahmad dan Ath-Thabrani)

Jikalau kita ingi dijauhkan dari bencana, adazb,musibah, perbanyaklah do'a

Lalu kenapa indonesia yang banyak berdzikir, tapi di Indonesia masih terdapat bahkan semakin banyak terjadi musibah. Untuk menjawab kenapanya, akan sulit untuk mencari jawabannya. Tetapi kita harus meyakini jaminan dari Allah bahwa setiap do'a pasti diijabah. Namun kemungkinan dikabulkannya do'a itu ada tiga, yaitu:

Kemungkinan pertama, dipenuhi sekarang, jika minta kekayaan kedua ditangguhkan di akhirat, ketiga allah tidak memeberikan apa yang dia minta, tapi dengan permohonnannya tersebut Allah memberikannya kifarat (pengampunan) atas dosa-dosanya.

Dari Zaed bin Aslam ra bahwa Nabi saw bersabda : Tidak ada seorang yang berdo 'a kecuali ada di antara tiga (kemnungkinan) : Apakah diijabah seperti yang ia minta, al ditangguhkan nanti di akhirat, atau diampuni dosa-dosanya. " (HR. Imam Malik)

Amalan yang mendukung terkabulnya doa,

1. Do'a akan dikabulkan, jika tidak tergesa-gesa, yang dimaksud dengan tergesa-gesa disini, bukanlah membaca do'a dengan cepat-cepat, tetapi sikap mengeluh karena merasa do'anya tidak dikabul, atau mendesak Allah agar do'anya segera dikabulkan, Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda : Do 'a salah seorang di antara ka1 akan diijabah selama tidak terburu-buru. Dia berkata aku sudah berdo 'a, tapi tidak diijab juga. (HR.Al-Bukhari)

2. optimis do'a tersebut akan dikabul, Rasulullah Saw bersabda, Berdo 'alah kamu kepada Allah dengan keyakinan akan diijabah. Ketahulah bahwa Allah tidak akan mengijabah do'a dari hati yang lalai. (HR.At- Tirmidzi

jika kita mengannggap bahwa do'a kita tidak mungkin dikabulkan oleh Allah, karena merasa banyak dosa misalnya, maka pasti do'anya tersebut tidak akan dikabul. Dalam hadits berikut ini disebutkan:

Dari Abi Hurairah ra berkata, bersabda Rasulullah saw bahwa Allah Azza wa Jalla berfirman : Aku tergantung sangkaan hamba, dan Aku bersamanya ketika ia berdzikir kepada-Ku. Jika ia mengingat Aku, maka Aku mengingatnya dalam Dzat-Ku. Jika mengingat-Ku dalam sekumpulan, maka Aku mengingatnya dalam kumpulan itu. Mere. lebih baik dari mereka. Jika ia mendekat kepada-Ku satu jengkal, aku mendekat kepadannya satu hasta. Jika ia mendekat kepada-Ku satu hasta, Aku mendekat kepadanya satu depa. Jika, ia mendatangi Aku dengan jalan kaki, Aku datangi dia dengan berlari. (HR. Muslim)

Semakin kita mendekatkan diri kepada Allah, maka Allah akan lebih dekat kepada kita. Kedua hadits di atas, mengingatkan kita untuk selalu optimis bahwa suatu waktu do'a kita pasti akan dikabul oleh Allah.

3. rendah hati, semangat untuk dikabul, tidak dengan suara keras-keras

Berdo 'alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdo 'alah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS.AI-A 'raj: 55-56)

Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. (QS.AI-A 'raj: 205)

Dari Abi Musa ra berkata: Aku bersama Nabi saw dalam sebuah peperangan, Tidaklah kami mendaki sebuah bukit, dan tidak menaiki sebuah bukit, dan tidak menuruni lembah kecuali kami mengeraskan suara dengan takbir. Rasulullah saw lantas mendekati kami dan bersabda : Hai manusia peliharalah diri kamu, sesungguhnya kamu tidaklah berdo'a kepada yang tuli dan yang ghaib, tiada lain kamu berdo'a kepada Yang Maha Mendengar dan Maha Melihat. Lantas beliau bersabda : Hai Abdullah bin Qais maukah aku ajarkan kepada kamu sebuah kalimat, dimana kalimat itu termasuk simpanan surga, Laa haula wa la quwwata illa billahi. (HR. AI-Bukhari)

Dari Ibnu Abbas ra memberitaukan bahwa mengeraskan suara dzikir ketika manusia selesai dari shalat wajib pernah dilakukan di zaman Nabi saw. Dan Ibnu Abbas berkata:

Sesungguhnya aku mengetahui ketika mereka selesai dari itu, dan aku mendengarnya. (HR.Al-Bukhari)

4. beramal shaleh

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawabla, bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo 'a apab. ia memohonkepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku d hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenart. (Q8.Al-Baqarah : 186)

5. berbakti kepada orang tua

6. tidak makan minum yang haram

Dari Ibnu Abbas ra berkata: Aku membaca ayat ini. Kemudian Nabi saw bersabda : manusia makanlah oleh kalian dari apa-apa yang ada di bumi ini yang halal dan ba Kemudian Sa 'ad bin Abi Waqash berkata : Ya Rasulallah do 'akanlah hamba agar menjadi, orang yang do 'anya dikabul. Nabi saw menjawab : Hai Sa 'ad apiklah kamu dalam makan, kamu akan menjadi menusia yang do 'anya dikabul. Demi diri Muhammad yang a pada kekuasan-Nya, sesungguhnya seseorang yang memasukkan sesuap makanan ya haram ke dalam mulutnya, maka tidak akan dikabul darinya selama 40 hari. Dan bara siapa yang tubuhnya tumbuh dari menipu dan riba, maka neraka yang paling pan! baginya. (HR.Ath-Thabrani- AI-Mu 'jamul Ausat VI:311)
sumber: sudjanamihardja.multiply.com
Pelajaran Untuk Si Buah Hati, Benih-benih Kesombongan Diri
Ibn S
Mei 22 |14:00

ImageSombong merupakan benih penyakit hati, yang lama-lama bisa membuat palakunya merasa tinggi hati alias merasa paling......dst. Bila tidak diterapi akan mengganggu perkembangan mental anak di kemudian hari. Budi, seorang anak laki-laki SD kelas 3 baru saja memenangkan sebuah mendali sebagai pembaca terbaik di kelas. Terbuai oleh kesombongan, ia menyombongkan diri dihadapan pembantu rumah, "Bibi, coba lihat, jika mau Bibi dapat membaca sebaik saya." Pembantu itu mengambil buku, memandangnya, dan akhirnya berkata dengan terbata-bata, "Nak Budi, saya tidak bisa membaca."
Sombong seperti burung merak, anak kecil itu lari ke ruangan keluarga dan berteriak kepada ayahnya, "Yah, Bibi tidak bisa membaca, sedangkan saya meski baru berumur 8 tahun, saya sudah dapat medali untuk kehebatan membaca. Saya ingin bagaimana sih perasaannya, memandang buku tapi tidak bisa membaca."
Tanpa berkata sepatah pun, ayahnya berjalan menuju rak buku, mengambil satu buku, dan memberinya ke Budi dan berkata, "Bibi merasa seperti ini." Buku itu ditulis dalam bahasa Jerman dan Budi tidak bisa membaca satu kata pun.
Anak laki-laki itu tidak akan pernah melupakan pelajaran itu sekejap pun. Bila perasaan sombong datang, dia dengan tenang akan mengingatkan dirinya, "Ingat, kamu tidak bisa membaca dalam bahasa Jerman." Mari kita bimbing putra putri kita untuk menjauhi perilaku sombong dan membanggakan diri, agar mereka dapat tumbuh menjadi manusia yang dapat menghargai kelebihan dan kekurangan orang lain. (Ibn S/22/05/2010) Sumber: zoombastic.com
Unsur-unsur Dalam Pembentukan Generasi Muslim Yang Kuat
Ibn S
Mei 16 |14:00
Islam adalah agama yang diwahyukan Allah Swt. sebagai pedoman hidup bagi seluruh manusia agar memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya. Kebahagiaan yang dicita-citakan dalam ajaran Islam adalah kebahagiaan dalam arti yang sesungguhnya, yang meliputi kebahagiaan individu maupun sosial, kebahagiaan keluarga ataupun bangsa, kebahagiaan jasmani maupun rohani, kebahagian dunia maupun akhirat. Singkatnya, kebahagiaan dalam arti yang seluas-luasnya.
Oleh karena itu, ajaran Islam adalah ajaran yang komprehensif yang meliputi segala aspek kehidupan manusia. Islam mengandung ajaran tentang ibadah kepada Tuhan, kesejahteraan sosial dan ekonomi, kesenian, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan. Islam mengajarkan nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang diperlukan untuk mencapai kehidupan manusia yang bermartabat dan berkemajuan. Sejalan dengan itu ajaran Islam menekankan pentingnya pembentukan generasi muslim, ummah muslimah, yang kuat dan mencerminkan nilai-nilai Islam dalam berbagai aspeknya.
Umat Islam disifati di dalam al-Qur’an dengan sebutan khairu ummah, umat yang sebaik-baiknya, sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya:
كنتم خير أمة أخرجت للناس تأمرون بالمعروف و تنهون عن المنكر و تؤمنون بالله
“Kamu sekalian adalah sebaik-baik umat yang dilahirkan untuk manusia, yang menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar serta beriman kepada Allah” (Q.S. Āli ‘Imrân : 110).
Bagian pertama dari ayat tersebut di atas menjelaskan bahwa umat Islam adalah umat terbaik yang dilahirkan dalam sejarah kehidupan manusia, sedangkan bagian kedua menjelaskan tentang sebab mengapa mereka disebut umat yang terbaik. Alasannya, karena mereka menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah atau menjauhkan dirinya dari yang munkar.
Sejalan dengan ayat tersebut di atas, Allah Swt. berfirman pula :
ولتكن منكم أمة يدعون الى الخير ويأمرون بالمعروف و ينهون عن المنكر و أولئك هم المفلحون

“Dan hendaknya kamu sekalian menjadi suatu umat yang mengajak kepada kebaikan dan menyuruh kepada yang ma’ruf. Mereka adalah orang-orang yang beruntung”. (Q.S. Āli ‘Imrân : 104).
Dalam ayat tersebut yang dimaksud al-khair ialah kebaikan yang diajarkan oleh agama, sedangkan yang dimaksud dengan al-ma’ruf ialah kebiasaan atau adat istiadat yang baik yang sesuai dengan ajaran Islam. Sebaliknya, yang dimaksud dengan al-munkar ialah adat kebiasaan atau istiadat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Kebaikan yang dimaksud di dalam al-Qur’an ialah kebaikan yang didasari oleh iman kepada Allah dan melahirkan aktivitas ibadah dan akhlak. Lebih lanjut dijelaskan di dalam al-Qur’an bahwa ciri-ciri manusia yang memperoleh keberuntungan yaitu orang-orang yang memiliki tanda-tanda atau sifat-sifat sebagai berikut:
1 Mereka ialah orang yang beriman kepada Allah yang menciptakan, mengatur, dan menentukan terjadinya segala sesuatu. Iman ialah kepercayaan yang tertanam di dalam hati yang dibuktikan dengan kepatuhan dan penyerahan diri kepada Allah;
2. Mengerjakan shalat dengan khusyu’, yakni dengan tunduk, baik lahir maupun batin, dan mengagungkan nama Allah;
3. Meninggalkan sesuatu yang tidak berguna, baik perkataan maupun perbuatan. Tidak menyiakan waktunya untuk melakukan perbuatan yang tidak berguna;
4. Memberikan sebagian hartanya (menunaikan zakat) sebagai cermin kasih sayang dan kepedulian terhadap sesama manusia;
5. Mengendalikan syahwatnya dari godaan melakukan perbuatan zina;
6. Memelihara amanat dan janjinya, baik kepada Tuhan ataupun sesama manusia; dan
7. Memelihara shalatnya, dalam arti melakukannya secara istiqamah pada waktu-waktu yang telah ditetapkan.
Sifat-sifat tersebut di atas adalah sifat-sifat yang membawa manusia kepada kehidupan yang mulia, baik yang bersifat pribadi maupun sosial.
Tujuh sifat tersebut di atas dijelaskan di dalam al-Qur’an sebagai berikut:
قد أفلح المؤمنون الذين هم فى صلاتهم خاشعون والذين هم عن اللغو معرضون والذين هم للزكاة فاعلون والذين هم لفروجهم حافظون الا على أزواجهم أو ما ملكت أيمانهم فانهم غير ملومين فمن ابتغى وراء ذلك فأولئك هم العادون والذين هم لأماناتهم وعهدهم راعون والذين هم على صلواتهم يحافظون أولئك هم الوارثون الذين يرثون الفردوس هم فيها خالدون
“Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, yaitu orang yang khusyu’ di dalam shalatnya; yang menjauhkan diri dari perkataan dan perbuatan yang tidak berguna; yang menunaikan zakat; dan yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka dan budak yang mereka miliki. Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang dibalik itu, mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Orang-orang yang memelihara beberapa amanat dan janji yang dipikulnya, serta orang-orang yang memelihara salatnya, mereka adalah orang-orang yang akan mewarisi, yakni mewarisi sorga Firdaus, di mana mereka kekal di dalamnya (Surat al-Mu’minûn : 1-11).
Di dalam ayat lain, umat Islam disebut sebagai ummatan wasathan, yaitu umat yang memiliki sifat-sifat yang moderat, sifat pertengahan, tidak ekstrim, dan sifat yang mencerminkan keseimbangan jasmani-rohani, lahir-batin, jiwa-raga, dunia-akhirat.
Ummatan wasathan adalah umat yang moderat, yang mencerminkan keseimbangan dan keserasian, dalam sifat dan perilakunya. Para hukama’ menjelaskan bahwa dalam diri manusia terdapat tiga daya yang masing-masing melahirkan sifat-sifat tertentu. Sifat-sifat itu ada yang ekstrim dalam arti berlebihan atau ekstrim dalam arti menunjukkan kelemahan. Di antara kedua sifat ekstrim tersebut terdapat sifat yang moderat dan pada sifat yang moderat itulah terletak keutamaan sebagai akhlak yang baik. Ketiga daya yang terdapat dalam diri manusia antara lain:
1. Daya berfikir, yang melahirkan keutamaan dalam bentuk kebijaksanaan. Kebijaksanaan merupakan pertengahan antara dua sifat ekstrim, yaitu ekstrim dalam arti penggunaan akal secara berlebihan (sofistikasi) dan ekstrim dalam arti ketidakmampuan manusia dalam menggunakan akalnya (dungu);
2. Daya syahwat, yaitu keinginan kepada kelezatan jasmani yang melahirkan sifat keutamaan berupa kesanggupan manusia untuk mengendalikan dirinya. Pengendalian diri merupakan pertengahan antara dua sifat ekstrim, yaitu syahwat yang berlebihan (rakus) dan syahwat yang sangat lemah sehingga manusia bersikap pasif, dingin, dan tidak mempunyai keinginan terhadap segala sesuatu;
3. Daya emosi, yang melahirkan sifat keutamaan berupa keberanian untuk memperjuangkan kebenaran. Keberanian merupakan pertengahan antara dua sifat ekstrim yaitu emosi yang berlebihan dan tanpa perhitungan, serta tidak adanya emosi untuk memperjuangkan sesuatu.
Jadi, tiga daya itu melahirkan tiga sifat utama, yaitu kebijaksanaan, keberanian, dan pengendalian diri. Dalam pada itu, terdapat sifat utama yang merupakan perpaduan antara ketiganya yaitu “keadilan”. Keadilan adalah sifat yang utama yang harus dimiliki oleh umat yang beriman, baik dalam kehidupan individu maupun sosial. Dalam Islam, keadilan sangat ditekankan. Karenanya, orang Islam adalah orang yang menerapkan keadilan dalam kehidupan dirinya maupun dalam bermasyarakat. Allah Swt. berfiman :
وكذلك جعلناكم أمة وسطا لتكونوا شهداء على الناس و يكون الرسول عليكم شهيدا
“Dan demikianlah Kami telah menjadikan kamu sekalian ummatan wasathan (umat yang moderat, umat yang adil, umat pilihan), agar kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia dan agar Rasul (Muhammad) manjadi saksi atas perbuatan kamu” (Q.S. Al-Baqarah: 143).
Kebaikan dalam kehidupan sosial dimulai dari kebaikan dalam kehidupan individu. Allah Swt. berfirman:
ان الله لا يغير ما بقوم حتى يغيروا ما بأنفسهم
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehinga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (Q.S. Ar-Ra’d: 11).
Pembentukan generasi muslim yang kuat dimulai dari pembentukan pribadi yang kuat. Pribadi yang kuat membentuk keluarga yang tangguh. Keluarga yang tangguh membentuk generasi muslim yang tangguh dan mencerminkan nilai ajaran Islam dalam akhlaknya. Sumber : oleh Ustadz A. Wahib Mu'thi. Psq.or
Tak Ada Teman yang Abadi, dan yang Ada Hanya Kepentingan yang Bersifat Abadi.
Mar 05 |14:00

Klimaks keputusan DPR terkait dengan bail out (dana talangan) kepada Bank Century, hanya menunjukkan sebuah ikatan yang diikat hanya berdasarkan ikatan kepentingan, tak dapat bertahan lama. Betapa rapuhnya ikatan yang berdasarkan kepentingan. Apalagi kepentingan itu, hanyalah bersifat duniawi, seperti harta, jabatan, dan kekuasaan. Pameo yang sering diucapkan para politisi dari partai-partai politik, sekarang ini menemukan bantuknya yang asli. “Tak ada teman yang abadi, dan yang ada hanya kepentingan yang bersifat abadi”. Tak aneh bila partai-partai politik yang ada, dan dahulunya bisa ‘manggut-manggut’, dan terkadang ‘munduk-munduk’, tiba-tiba berubah menendang dan meninggalkan, yang dahulunya menjadi patronnya (majikannya) dan dihormati.
“Tak ada teman yang abadi, dan yang ada hanya kepentingan yang bersifat abadi”, sekarang telah menampakkan makna yang sesungguhnya, dan tanpa basa-basi. Karena, ikatan yang hanya berdasarkan kepentingan itu, tak ada yang sifatnya mutlak, dan tidak akan berlangsung permanen atau menjadi langgeng. Hakikatnya, sifat manusia itu, semuanya mudah berubah, sesuai dengan perkembangan dan dialektika yang terjadi.
Sama halnya ikatan yang ada, khususnya antara Presiden SBY dengan partai-partai politik yang menjadi pendukungnya, dan tergabung dalam koalisi, yang kini menjadi berubah. Dinamika dan dialektika antara Presiden SBY dengan para pemimpin partai, pasti akan terus berubah-ubah. Tidak ada pihak-pihak yang dapat menjamin adanya hubungan antara kedua belah pihak itu tetap langgeng.
Partai-partai politik yang menjadi pendukung Presiden SBY dalam koalisi itu, sejatinya apakah mereka telah terpuaskan dengan adanya pembagian kekuasaan (sharing power) itu? Presiden SBY telah membagi sejumlah fortopolio (jabatan) dalam Kabinet Indonesia Bersatu II, dan hampir semua partai politik yang mendukung pemerntahan telah berada di dalam pemerintahan.
Tetapi, partai-partai politik, tetap belum terpuaskan dengan posisi—posisi yang ada sekarang ini, yang mereka tetap tidak dapat menerima. Momentum kasus Bank Century ini, tidak semata-mata terkait dengan pandangan yang berdasarkan nilai-nilai (agama) dan moralitas, di mana ada perintah untuk menegakkan ‘amar ma’ruf nahi munkar’, tetapi masih ada yang sangat terkait dengan pembagian kekuasaan itu sendiri.
Mengapa dahulu kasus yang lebih besar, yaitu BLBI, dan menghabiskan dana Rp 650 triliun, tetapi gagal diangkat oleh Pansus DPR? Kemudian, Pansus yang berkaitan dengan BLBI itu, bubar, tak ada kabar beritanya. Implikasi dana talangan dalam bentuk BLBI itu, i jauh lebih dahsyat, dibandingkan dengan Bank Century, yang manghabiskan dana Rp 6,7 triliun.
Faktanya, hanya dalam waktu 100 Hari pemerintahan Presiden SBY sudah terhempas oleh badai Bank Century, yang pasti akan memaksa kembali Presiden SBY memformat ulang pemerintahannya, dan pasti tidak akan bersikap konservatif mempertahankan format kekuasaannya yang ada sekarang.
Kondisi ini sangat tergantung, bagaimana sikap partai-partai politik yang ada sekarang ini, dan apakah cukup dengan langkah-langkah Presiden SBY memformat ulang pemerintahan, seperti mengganti Menkeu dan Wapres, dan digantikan calon-calon dari wakil-wakil partai politik, sehingga akan dapat memuaskan para pimpinan partai?
Kedepan tarikan kepentingan akan semakin keras. Antara kepentingan Istana dengan para pemimpin partai-partai politik, yang semakin menghendaki ‘share’ (bagian) yang lebih besar. Karena, hakekatnya secara philosofis, tujuan dari partai-partai politik, tak lain adalah berkuasa.
Partai Golkar, yang sudah mulai ‘udzur’, karena umurnya yang sudah tua, tetapi Golkar tetap mempunyai pengaruh yang kuat. Karena, kader-kader Golkar sudah diaspora, ke berbagai lembaga dan partai, yang masih lekat dengan ideologinya, dan bersifat pragmatis, serta pengaruhnya tetap terasa.
Karena itu, ketika Golkar meneriakkan perlawanannya terhadap ‘bail out’, seperti komando, yang kemudian ‘diamini’ oleh partai-partai lainnya, termasuk partai yang selama ini sangat fanatik dan konservatif mendukung Presiden SBY. Ini hanyalah menggambarkan posisi tawar Partai Golkar masih cukup kuat.
Almarhum Abdurrahman Wahid, terkena getahnya, ketika ia berkuasa, dan berusaha membubarkan Golkar, dan memarjinalkan tentara. Dengan menggunakan kasus ‘Bulog gate’ dan ‘Brunei gate’, dan diawali dengan gerakan massa, akhirnya Gus Dur yang banyak didukung LSM dan keluarga Nahdhiyin, tersungkur dari kekuasaannya. Padahal, di tahun 2000, ketika itu, cucu Hasyim Asy’ari itu, naik ke puncak kekuasaan di dukung partai-partai politik, yang didukung 'Porong Tengah, minus PDIP, tetapi kemudian Golkar dan Partai-Partai Islam yang tergabung dalam 'Poros Tengah, bergabung bersama dengan PDIP, dan menggulingkan Presiden Abdurrhman Wahid dari kekuasaan.
Semua itu, hanyalah menggambarkan betapa, ikatan yang hanya berlandaskan pada kepentingan itu, tak ada yang bersifat kekal. Hari ini menjadi teman, besok atau lusa menjadi musuh. “Tak ada teman yang abadi, yang ada hanya kepentingan yang abadi”. Wallahu ‘alam.eramuslim
Mengukur Dalamnya Keyakinan, Oleh M. Arif As-Salman
Feb 25 |14:00

Seorang bapak berkata pada anaknya, “Anakku, jika engkau selalu menjaga shalat lima waktu berjamaah di mesjid tepat waktu, di akhir bulan bapak akan belikan untukmu sepeda motor.” Mendengar perkataan bapaknya, sang anak sangat antusia dan sejak saat itu ia tak pernah meninggalkan shalat berjamaah di mesjid. Ia begitu rajin dan takut jika satu kali saja tidak bisa shalat berjmaah di mesjid. Baginya hadiah sepeda motor dari bapaknya sangat menggiurkan dan membuatnya tertarik.
Di lain kesempatan seorang Direktur sebuah perusahaan mengumumkan pada seluruh karyawannya, “Siapa diantara kalian yang selalu datang tepat waktu, disiplin dalam bekerja, dan mampu membuat hati saya puas dengan hasil pekerjaan kalian, akan saya tambahkan gajinya, bahkan akan saya naikkan kedudukannya!”
Apa respon para karyawan ketika mendengar pengumuman ini? Saya, anda dan kita semua yakin bahwa seluruh karyawan akan tiba di kantor tepat waktu. Disiplin dalam bekerja dan selalu berusaha membuat sang Direktur tersenyum bangga dengan pekerjaannya. Siapa yang tidak akan tergiur dengan hal-hal di atas. Semua karyawan pasti menginginkannya.
Apa yang mendorong mereka untuk datang tepat waktu? Kenapa mereka begitu antusias dan yakin dengan perkataan sang Direktur?
Adalah karena dorongan untuk mendapatkan hadiah-hadiah di atas dan juga mereka sangat yakin sang Direktur yang telah mereka ketahui kejujurannya tidak akan mungkin berbohong dan mempermainkan mereka. Mereka sangat yakin bahwa sang Direktur serius dan bersungguh-sungguh. Inilah yang menjadi dorongan terbesar mereka untuk percaya dan menjalankan pengumuman tersebut.
Sekarang, mari kita bertanya dengan penuh jujur, seberapa besar keimanan kita pada Allah swt dan hari akhirat? Apakah kita sudah meyakini segala apa yang Allah Swt beritakan dan sampaikan dalam al-Qur`an, sehingga terdorong hati untuk melaksanakannya? Apakah kita sudah mengikuti petunjuk yang dibawa utusan Allah swt , yaitu nabi Muhammad saw? Sehingga kita menjadikan beliau sebagai teladan dalam menjalani kehidupan ini. Pertanyaan-pertanyaan muhasabah ini perlu untuk selalu kita tanyakan pada diri kita agar kita bisa mengukur sejauh mana keyakinan kita pada firman-firman Allah dan sabda-sabda Rasul-Nya.
Allah memerintahkan kita dalam al-Qur`an untuk mengerjakan shalat 5 waktu, puasa, membayar zakat, bersedekah, melaksanakan ibadah haji, shalat qiyam dan amal ibadah lainnya, kemudian Allah berikan kabar gembira bahwa bagi siapa diantara manusia yang menjalankan suruhan-suruhan tersebut akan diberikan balasan pahala di akhirat kelak, berupa sorga yang di dalamnya terdapat segala keindahan, kenikmatan dan kesenangan yang tiada habisnya.
Rasulullah saw juga memerintahkan kita untuk mengamalkan sunnahnya agar kita selamat di dunia dan akhirat. Dan sekarang kita lihat, berapa banyak dari kita dan manusia yang mengamalkannya? Berapa banyak orang-orang yang mengerjakan suruhan tersebut?
Sungguh masih sangat sedikit, masih banyak yang melanggar perintah Allah. Masih banyak yang bergelimangan dengan dosa dan maksiat. Penyakit apakah yang sesungguhnya telah melanda diri manusia sehingga tidak tergerak di hatinya keinginan untuk melaksanakan perintah-perintah Allah dengan penuh rasa ikhlas dan ketaatan? Adalah karena lemahnya iman yang bersemayam di dalam hati.
Manusia lebih meyakini apa yang nampak dan terlihat saja, adapun perkara-perkara yang ghaib berupa perkara tentang pahala, tentang akhirat dan lainnya banyak manusia yang tidak meyakini. Inilah diantara penyebab banyaknya manusia tidak mengerjakan perintah Allah atau tidak sepenuh hati patuh pada perintah Allah.
Keimanan inilah sebenarnya yang perlu kita bina terus, keimanan yang kokoh, yang tidak berubah dengan berubahnya keadaan, yang tidak hilang dengan hilangnya materi dan dunia, dan yang tidak bekurang dengan berkurangnya usia, tapi iman yang selalu berdiri kokoh di tengah-tengah terpaan badai kehidupan.
Orang-orang yang imannya tangguh dan kokoh akan selalu yakin dengan berita-berita yang terdapat dalam al-Qur`an dan yang dibawa oleh Rasulullah saw. Mereka sangat sungguh-sungguh menjalankannya.
Ketika Allah perintahkan untuk mengerjakan shalat, puasa, zakat, haji, berkata jujur, menjalankan amanah, bersilatur rahmi dan kebaikan-kebaikan lainnya, mereka melaksanakannya dengan semangat yang tinggi dan penuh rasa ikhlas. Mereka berharap akan balasan-balasan pahala yang Allah janjikan. Mereka sangat yakin dengan janji-janji Allah. Allah sekali-kali tidaklah ingkar janji. Janji-Nya pasti akan ditepati-Nya. Bahkan ketika Allah perintahkan untuk pergi berjihad, mengorbankan nyawa dan harta di jalan-Nya, mereka sambut seruan itu dengan semangat yang berkobar-kobar, mereka telah sangat yakin dengan setiap apa yang Allah sampaikan dalam ayat-ayat-Nya.
Begitu juga ketika Allah melarang bersikap sombong, munafik, ingkar janji, bakhil, melakukan perbuatan zina, mencuri, memfitnah dan segala bentuk keburukan lainnya, mereka juga akan meninggalkan semua larangan itu dengan hati yang ikhlas dan dada yang lapang. Mereka tidak mengeluh sedikitpun. Tidak berburuk sangka pada Allah. Karena mereka telah sangat yakin pada Allah, bahwa bila hal itu mereka tinggalkan, Allah akan jauhkan mereka dari siksa-Nya.
Allah adalah Pencipta kita, yang dalam genggaman-Nya segala sesuatu. Dan bila kita ingin tahu kadar keimanan kita pada Allah, hadapkanlah diri kita dengan ayat-ayat Allah. Adakah hati bergetar ketika mendengar asma Allah, adakah iman bertambah ketika mendengar ayat-ayat Allah dan adakah setelah itu muncul dorongan yang kuat dalam hati untuk melaksanakannya? Dan apakah setiap kali mendengar atau membaca al-Qur`an hati kita membenarkan isinya, mengagungkannya
Mari selalu kita ukur kadar keyakinan kita pada Allah, apakah setiap kali Allah merintahkan kita pada suatu perkara kita akan melakukannnya dengan ikhlas dan senang hati dan apakah setiap kali Allah melarang kita dari suatu hal kita akan meninggalkannya dengan ikhlas dan sepenuh hati? Salam ukhuwah
marif_assalman@yahoo.com diunduh dari eramuslim.com
Makna Lain Maulid Nabi
Feb 22 |14:00

Seorang santri tengah dirundung risau. Belum lama ini, ia menerima fatwa -yang bersumber dari sebuah hadis- yang intinya melarang umat Islam untuk berperilaku menyerupai orang-orang Yahudi dan Nasrani. Maka ia pernah berpaham bahwa merayakan tahun baru bukanlah perilaku islami. Bukankah itu merupakan kebiasaan orang-orang Yahudi dan Nasrani? Namun kemudian ia sungguh terkejut. Karena belakangan tahun baru Hijriah banyak dirayakan oleh umat Islam di Indonesia. Tidak cukup berkumpul di sebuah majelis. Mereka bahkan berpawai, umumnya malam hari, sambil membawa obor. Anak-anak dan orang dewasa berjalan beriring. Sesekali ditingkah pekikan “Allahu Akbar”.
Kini tak banyak yang merisaukan soal itu. Perayaan tahun baru Hijriah, yang diidentikkan dengan Tahun Baru Islam, sudah merupakan sebuah perilaku Islami yang asli seasli-aslinya tanpa pengaruh dari unsur manapun, termasuk Yahudi dan Nasrani.
Namun memasuki bulan kelahiran Rasulullah, kegelisahan Sang Santri meradang kembali. Mengapa kita mesti merayakan hari kelahiran Rasulullah; padahal Rasulullah dengan berbagai cara selalu menghindarkan umatnya dari segala perilaku yang menjurus pada sebuah pengkultusan yang berlebihan. “Jangan sampai kita terjerumus seperti penghormatan orang-orang Kristen,” begitu kata Sang Santri, “sehingga mendaulatkan Rasulnya menjadi Tuhan”. “Astaghfirullah, jauhkanlah hamba dari perbuatan dosa paling keji itu, ya Allah,” kata Sang Santri suatu ketika.
“Saya paham bahwa kita harus talzim kepada Rasulullah. Tapi pasti tidak boleh bertakzim dengan cara pengagungan fisikal yang berlebihan. Bukankah penghormatan tertinggi itu apabila kita menjalankan segala titahnya, dan meninggalkan segala yang larangannya –tentu saja tepatnya adalah segala titahNya dan segala laranganNya.”
Suatu ketika, guru Sang Santri dapat membaca kerisauan muridnya. Lantas beliau juga bertutur, sambil tak habis-habisnya memuji pandangan muridnya itu. Namun beliau juga mengajak merenung lebih jauh.
“Bagi kita penganut mazhab Suni, memang hampir tidak mengenal segala seremoni perayaan Maulid Nabi,” kata Sang Guru. “Tapi bagi saudara kita yang menganut mazhab Syiah, seremoni Maulid Nabi itu amat dibesar-besarkan.”
Di negara lain, dua pandangan itu berhadapan secara konfrontatif. Dua-duanya kerap saling serang, saling tuding bahwa pihak lainnya menjalankan sebuah bid’ah (hal mengada-ada yang tidak disyariatkan).
Di negara kita, kedua mazhab itu menelusup secara halus ke dalam peri-kehidupan umat Islam. Pada awalnya, penganut mazhab Suni tidak terlalu membesarkan seremoni Maulid Nabi. Namun anehnya malah membiasakan diri untuk manakib (membacakan riwayat hidup Syeh Abdulqadir Jaelani).
Teguran itu amat menusuk kalbu. Akhirnya, para penganut Suni pun melazimkan membaca manakib Rasulullah, sebagaimana halnya yang dilakukan oleh penganut Syiah.
“Jadi, seremoni Maulid Nabi di negeri kita itu, ternyata telah mengasah kekuatan toleransi antara penganut mazhab yang berbeda di negeri ini. Sebuah fenomena yang tidak mudah terjadi di negera lain,” kata Sang Guru.
“Tentang tidak boleh menyerupai Yahudi dan Nasrani, ya Guru?”
“Tenanglah anakku. Itu lebih ditekankan pada peringatan, jangan sampai kita mengingkari Allah, setelah kita mengimaniNya –seperti yang dilakukan oleh penganut-penganut Yahudi dan Nasrani pada masa lalu.” [Djuhendi Tadjudin]
Memperkenalkan Content Baru 'Sudut Pandang'
Feb 21 |14:00

Bismillaa hirrahmaa nirrahiem, assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh-Pada saat kita memandang dunia Atau memandang suatu persoalan, pasti kita berdiri di suatu sisi/tempat. Dari sisi kita memandang sesuatu tersebut, maka kita dapat mendeskripsikan sesuatu, menurut pemikiran kita, itulah yang disebut sebagai sudut pandang, yang artinya secara kata adalah sudut dimana kita pergunakan untuk memandang sesuatu. begitulah yang disebut sudut pandang. Begitu juga saat kita memandang sesuatu yang lebih abstrak. Masalah misalnya. Atau tantangan. Atau apapun. Tempat kita berdiri dan cara kita memandangnya sangat menentukan gambaran yang tertanam dalam kepala kita.
Perbedaan sudut pandang, akan menghasilkan suatu gambaran yang berbeda, dan akan menghasilkan keputusan yang berbeda pula, ketika suatu konfil terjadi maka biasanya masing-masing pihak yang berkonflik selalu memandang konflik tersebut dari sudut pandang dirinya sendiri, jarang atau bahkan tidak pernah konflik itu dipandang dari sudut pandang pihak lain di dalam konflik yang terjadi atau bahkan dilihat dari sudut pandang pihak yang berada di luar konflik. Tentu saja dari sudut pandang diri sendiri, semua pihak di luar diri kita adalah salah, hanya kita yang benar.
Dewasa ini sering kita temui beberapa hal yang melibatkan perbedaan sudut pandang seseorang. Memang kalau kita memakai satu sudut pandang yang sama, orang bisa sepaham dan satu visi dengan kita. Tapi tidak tertutup kemungkinan orang melihat dari sudut pandang yang lain. Makanya ketika ada suatu perbedaan pendapat, jangan merasa sesuatu yang paling benar, karena kita memiliki keterbatasan sudut pandang. Dibutuhkan latihan dan pengalaman yang banyak untuk dapat mengubah kacamata kita terhadap sesuatu. Tapi semakin lengkap kacamata yang kita pakai, semakin lengkap kita memperoleh gambaran tentang sesuatu, kita akan tahu cara merespons yang paling tepat.
Cobalah berpikir dengan sudut pandang yang berbeda memandang dari atas agar semuanya terlihat jelas. mulai saatnya kita mendewasakan diri dalam berpikir, Berpikir dengan sudut pandang yang berbeda. Menjadi empati agar mampu menakar apa yang orang lain rasakan akibat tindakan kita. karena kita memiliki keterbatasan sudut pandang. penanganan konfil dalam berbeda sudut pandang dapat dineteralisir dengan membuat orang mengerti sesatu dari sudut pandang kita atau kita berusaha mengerti sesuatu dari sudut pandang mereka.
Memiliki sudut pandang yang luas akan membuat kita semakin bijaksana, memperoleh sudut pandang yang luas dapat di mulai dengan kita membuka hati, tidak merasa kita yang selalu benar, karena ada cara lain ada sudut pandang lain yang membuat kita lebih dewasa, karena suatu hal/benda akan berbeda gambaran yang di dapat ketika kita melihat dari sudut pandang berbeda, contoh ketika kita melihat ayam, 1 orang melihat dari depan satu orang melihat dari belakang, maka yang dari depan akan mengatakan bahwa ayam itu berparuh, dan berjambul, tetapi ketika dari belakan ayam itu berjuntai-dan indah bulunya.
Oleh karena itu jangan selalu merasa sudut pandang kita yang paling tepat, cobalah mulai melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda. Kolom (Content) ini akan memberikan ruang bagi Anda yang memiliki pengetahuan dan perspektif luas tentang kehidupan untuk berbagi dengan pemirsa dan pengunjung situs dakwah babinrohis-nakertrans.org. Gunakan nalar / logika tetapi tidak bebas nilai, artinya anda boleh menyampaikan / mengirimkan artikel yang akan kami muat pada content sudut pandang dengan catatan sumber rujukannya jelas (al-Qur’an, As Sunnah/Hadist, kata-kata/pendapat ahli hikmah, dsb).
Tulisan yang akan kami muat tentunya tulisan yang konstruktif dalam upaya mewujudkan tatanan kehidupan Islam yang rahmatan lil ‘alamin, meningkatkan ukuwah Islamiyah, menjaga keutuhan NKRI, memberikan solusi dan tidak menciptakan masalah baru di kemudian hari. Kami tunggu karya Anda, semoga kolom ini bermanfaat. Amin. Kirimkan artikel Anda ke redaksi@babinrohis-nakertrans.org atau ibnu_s@babinrohis-nakertrans.org, Terima kasih, wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Redaksi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar