Selasa, 12 April 2011

SKRIPSI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dalam rangka menunjang terwujudnya pembangunan Nasional satu hal yang harus ditata adalah keluarga, karena pada hakekatnya keluarga adalah institusi yang paling kecil dari unsur suatu bangsa. Dengan demikian, untuk membangun bangsa yang kuat, langkah awal yang harus ditata adalah keluarga. Menurut Soerjono Soekamto (1992 : 15), keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat sebagai wadah dan proses pergaulan hidup.
Sebagai institusi yang paling kecil dari suatu masyarakat , keluarga mempunyai fungsi dan peranan. Menurut Sayekti Pujo Suywarno (tt : 13) mengatakan bahwa fungsi keluarga adalah :
“Fungsi pengaturan seksual, fungsi reproduksi, fungsi perlindungan dan pemeliharaan, fungsi pendidikan, fungsi sosial, fungsi afeksi dan rekreasi,fungsi ekonomi dan status sosial”.
Menurut Soerjono Soekamto (1992 : 34), salah satu fungsi keluarga adalah wadah berlangsungnya sosialisasi, yakni proses dimana anggota-anggota masyarakat yang baru mendapatkan pendidikan menganal, memahami, dan menghargai kaidah-kaidah serta nilai-nilai yang berlaku. Dalam kaitannya dengan sosialisasi, selanjutnya Soekamto (1992 : 27) menyerbutkan bahwa peranan keluarga adalah “ sebagai wadah di mana manusia mengalami proses sosialisasi awal, yakni proses di mana memahami dan mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku dalam masyarakat”.
Dalam pandangan Undang-undang Sistem Perndididkan Nasional ( UU SPN, 1989 : 17) pasal 10 ayat 4 disebutkan bahwa “pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur penididikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai-nilai budaya, nilai moral, dan ketrampilan”.
Transformasi nilai, norma, dan kebiasaan (budaya) diinternalisasi keluarga kepada anak melalui suatu proses di luar pendidikan formal. Pendidikan nonformal menurut Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan (1995 ; 21) adalah usaha sadar yang dilakukan untuk membentuk perkembangan kepribadian serta kemampuan anak diluar sistem persekolahan sebagaimana yang kita kenal”.
Jadi jelaslah bahwa dalam keluarga, pertama kali anak mengenal lingkungan dan mendapat bimbingan dari orang tua. Charles Schaefer (1991 : 7) mengemukakan bahwa tujuan utama mengasuh anak adalah “tanggung jawab orang tua untuk mensosialiasikan anak yang mengarah pada perkembangan pribadi dan moral”. Mengasuh anak merupakan usaha keras untuk membentuk anak berkepribadian dan bersikap sosial seperti harapan orang tua pada umumnya. Namun demikian tidak semua anak mempunyai kepribadian dan sikap sosial yang sesuai dengan harapan orang tua. Hal ini disebabkan karena kurang tepat pola asuh orng tua dalam membimbing/mengasuh anak.
Remaja adalah sumber insani yang perlu perhatian pembinaan dan pengembangan dalam pendidikannya, menuju kematangann psikis dan sosial.
Penyesuaian diri adalah proses menyangkut dirinya dan lingkungannya sehingga dapat memenuhi dan mengatasi kebutuhan, tekanan-tekanan, dan konflik-konflik diri (Tidjan,1990 : 10).
Muh. Surya (1985 : 16) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri meliputi :
1. Kondisi jasmaniah, yang terdiri dari pembawaan, susunan jasmaniah, sistem syaraf, bekeja otot, kesehatan, dan sebagainya.
2. Perkembangan dan kematangan , terutama kematangan intelektual, sosial dan emosional.
3. Perkembangan psikologis, yang meliputi pengalaman, belajar, pembiasaan, determinasi diri, frustasi , dan konflik.
4. Kondisi lingkungan, terutama rumah, keluarga, dan sekolah.
5. Penentu kultural (budaya) dan agama.
Penyesuaian diri pada tingkat remaja, khususnya penyesuaian diri terhadap teman sebaya dipengaruhi oleh beberapa faktor di atas. Termasuk bagaimana kondisi keluarga tentang pola asuh orang tua terhadap anak.
Dari hal-hal tersebut di atas kiranya cukup alasan bagi peneliti untuk meneliti hubungan antara pola asuh orang tua yang demokratis dan penyesuaian diri siswa terhadap teman sebaya.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan , maka dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut :
1. Tidak semua orang tua menerapakan pola asuh yang tepat.
2. Kondisi jasmaniah mempengaruhi penyesuaian diri
3. Kondisi lingkungan/keluarga mempunyai pengaruh terhadap upaya remaja dalam usaha menyesuaikan diri.
4. Adakah hubungan antara pola asuh orang tua yang demokratis dengan penyesuaian diri .

C. Batasan Masalah
Dari beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasikan tidak semuanya diangkat menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini. Maka dalam penelitian ini perlu dikemukakan pembatasan masalah mengingat keterbatasan kemampuan, waktu, biaya, dan tenaga. Yaitu hubungan antara pola asuh orang tua yang demokratis dengan penyesuaian diri.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
“Apakah ada hubungan antara pola asuh orang tua yang demokratis dengan penyesuaian diri siswa Kelas II SLTP 4 Sentolo Kulon Progo tahun pelajaran 2002/2003.

E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengatahui apakah ada hubungan antara pola asuh orang yang demokratis dengan penyesuaian diri siswa kelas II SLTP Negeri 4 Sentolo Kulon Progo tahun pelajaran 2002/2003.

F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan :
1. Secara teoritis
a. Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan kepada dunia pendidikan, khususnya guru BP di sekolah.
b. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam mengadakan penelitian selanjutnya yang lebih mendalam.
2. Secara praktis :
a. Hasil penelitian ini dapat memberikanmasukan dan informasi bagi para peneliti sebagai pendukung kesimpulan awal dalam melanjutkan penelitian yang lebih mendalam.
b. Dapat dijadikan pertimbangan bagi orang tua sebagai pendidik utama dalam keluarga, dalam menentukan pola asuh yang dapat mendudukung penyesusian diri.













BAB II
KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritis
Di dalam sub bab ini akan dibahas beberapa hal yang berkaiatan dengan pola asuh orang tua dengan penyesuaian diri terhadap teman sebaya.
1. Tinjauan Pola Asuh Orang Tua
a. Pengertian Pola Asuh Orang Tua
Menurut Hurlock (1993:205) definisi pola asuh orang tua, yaitu :
Metode yang dipilih orang tua sebagai metode pendidik anak,yaitu otoriter, permisif atau demokratis, sebagian akan bergantung pada cara mereka sendiri dibesarkan, dan sebagian teman, yang diketahuinya akan menghasilkan hasil yang diinginkannya untuk anaknya kelak.

Pendapat Sear seperti dikutip Alimin Umar (1996:205), pola asuh orang tua adalah interaksi antara orang tua dengan anak-anaknya termasuk ekspresi, sikap, nilai, perhatian dalam mengurus dan melatih perilaku mereka.
Khon seperti yang dikutip Alimin Umar (1996:24) mengemukakan bentuk pola asuh orang tua merupakan sikap orang tua dalam berhubungan atau interaksi dengan remaja.
Sikap orang tua dalam hal ini meliputi cara orang tua memberlakukan peraturan, disiplin, hadiah, mauipun hukuman, menunjukkan otoritasnya dan memberikan perhatian serta tanggapan terhadap keinginan remaja, sehingga dalam hal ini orang tua besar sekali peranannya dalam pembentukan kepribadian remaja.
Menurut Depdikbud (1979:79) mengemukakan beberapa sikap orang tua yaitu :
1). Sikap otoriter
Sikap ini menggambarkan pengawasan yang keras dari orang tua terhadap anak-anaknya, banyak larangan, semua perintah harus dilaksanakan tanpa bersoal jawab kadang-kadang tanpa ada penertian pada anak.
2). Sikap Demokratis
Sikap ini dapat digambarkan sebagai sikap orang tua yang senantiasa berembug dengan anaknya mengenai tindakan yang harus diambil, menerangkan alasan-alasan peraturan, memberi kesempatan kepada anak untuk berpartisipasi, berinisiatif menghargai pendapat anak-anaknya, menanggapi pertanyaan-pertanyaan anak, membimbing anak-anak kearah penyadaran akan apa yang menjadi hal kewajiban dan bersikap toleran.
3). Sikap terlalu melindungi atau memanjakan
Orang tua terlalu cemas oleh karena itu berhati-hati sekali mendidik anaknya dan senantiasa menjaga agar anknya terhindar dari bahaya.
4). Sikap terlalu membiarkan anak
Sikap ini cenderung pada mengabaikan, ank dibiarkan berbuat semaunya, tidak ada teguran.

Menurut Maimunah Hasan(2001:26) ada dua macam tipe pola asuh , yaitu:

1). Tipe Demokratis
Ciri-ciri dari tipe ini adanya komunikasi verbal antara orang tua dan anak. Dalam hal ini orang tua dianggap berhasil atau jika dinilai dalam angka mempunyai nilai tinggi, bila anak diajak berunding dalam memutuskan masalah, diberi pilihan sebanyak mungkin sebelum mengambil keputusan, diberi kebebasan mempelajari sesuatu tanpa dibantu, dan ada penyaluran emosi buat anak.
2). Tipe Kontrol
Ciri-ciri tipe ini adalah orang tua selalu memberi batasan pada tingkah laku anak, tetapi pembatasan ini tidak sampai menimbulkan perselisihan antara orang tua dan anak.

Abdurahman Isawi mengkategorikan pola asuh orang tua terhadap anak seperti yang dikutip Tri Marsiyanti (1990:5-6) sebagai berikut :
1). Pola asuh secara otoriter (dengan cara mengekang )
Di sini orang tua beranggapan bahwa perlakuan disiplin dengan ketat sangat perlu dalam mendidik anak. Anak harus taat dan patuh terhadap perintah orang tua. Anak tidak mempunyai kesempatan untuk mengembangkan dirinya maupun keinginan-keinginannya. Orang tua menerpkan pendidikan kaku dengan seperangkat aturan, yang berupa perintah dan larangan atas kehendak orang tua. Akibat pendidikan ini anak akan menjadi seorang penakut, pendengki, pendendam dan suka bermusuhan. Anak akan melakukan suatu kekerasan dalam masyarakat maupun dalam kelurga untuk memperoleh dan tercapainya keinginan. Dan kadang kala akan menjadi anak yang merasa rendah diri, tidak dapat melakukan apa-apa, anak selalu pasif melihat lingkungannya.
2). Pola asuh secara liberal (dengan cara memberi kebebasan).
Di sini orang tua beranggapan bahwa anak dapat belajar sendiri, mencari pengalaman sendiri dan membiarakan mencari jalan sendiri. Sehingga anak daot berbuat sekehendak hatinya tanpa kendali atau kontrol apapun, karena tidak mempunyai ketentuan dan peraturan yang disepakati. Dalamhal ini orang tua tidak banyak perhatian kepada anak. Akibat pola asuh semacam ini akan muncul sikap anak tidak mau diatur , mau menang sendiri, keras kepala serta suka membuat aturan sendiri. Karena anak sudah dibiarkan pola hidup yang “ permissive” yaitu pola hidup yang dibebaskan, serba boleh, berakibat segala kehendaknya harus terwujud segera, walaupun hal ini bertentangan dengan keinginan masyarakat. Sehingga akan terjadi ketidaksesuaian antara kehendak masyarakat di satu sisi dengan kehendak anak di sisi lain, hal ini berakibat anak tersingkir dalam pergaulan.
3). Pola asuh secara demokratis
Sikap atau perilaku demokratis dari orang tua terhadap anak beroientasi bahwa anak itu sebagai pribadi dengan segala hak dan martabatnya harus diakui dan dihargai. Orang tua mempunyai sikap menerima, tolera, selalu melibatkan anak dalam mengambil keputusan keluarga, mengikutsertakan anak dalam menentukan apa yang dilakukan sendiri dalam kaitannya dengan kebutuhan orang lain.
Sulastri Rifai (








2. Penyesuaian Diri Terhadap Teman Sebaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar